Review Acara 5 Tahun Keajaiban Pawon, oleh: Lasinta Ari Nendra Wibawa


apa yang bisa kukenang dari persahabatan
selain malam mesra penuh percakapan
kata-kata yang riang berluncuran
menguliti satu demi satu kerinduan
diam-diam kau mengikat kembali kisah yang berserakan
dan menyusunnya menjadi aneka lukisan
kemudian kubuatkan pigura dan kuputuskan
untuk digantung di ruang tamu dan kamar depan
sebagai pelajaran
bukan sekedar kisah yang lahir untuk dilupakan
Malam itu bertepatan dengan hari Rabu, tanggal 15 Februari 2012, tepatnya di Balai Soedjatmoko yang merupakan kompleks TB Gramedia. Satu malam yang tiba-tiba menjadi malam yang teramat istimewa. Bukan karena adanya peristiwa alam seperti purnama atau gerhana, melainkan secercah cahaya yang tiba-tiba menyergapi hati kami sebagai seorang pemuda. Yach, malam itu saya mengikuti (sekaligus menyelenggarakan) perayaan ulang tahun Pawon, yang bertajuk 5 Tahun Keajaiban Pawon untuk kali pertama. Cuaca yang bersahabat membuat acara makin meriah dengan dihadiri sekitar 70-80 peserta dari berbagai daerah dengan latar belakang kehidupan yang berbeda. Namun, perbedaan itu melebur dalam satu acara yang bisa dibilang cukup sederhana.
Indah Darmastuti membuka acara yang menjadi agenda tahunan Pawon dengan gayanya yang khas. Sambutan singkat tentang penyelenggaraan acara pun menggema dari Koordinator Pawon, Yudhi Herwibowo. Ia mencurahkan tentang kekaguman dan rasa syukurnya karena Pawon yang selama ini tak memiliki sumber dana tetap masih mampu menjaga eksistensinya, meskipun hanya bermodalkan patungan tiap anggota.
Acara selanjutnya adalah doa bersama yang dipimpin oleh Maulana. Usai doa bersama, disusul pemotongan 5 tumpeng oleh 5 anggota redaksi Pawon (termasuk Puitri Hati Ningsih, Han Gagas, dan Yunanto Sutyastomo) yang diberikan kepada 5 peserta yang hadir saat itu. Adapun peserta yang menerima tumpeng di antaranya Halim HD, Michelle (model cover Aku dan Buku), dan Sanie B Kuncoro.
Usai pemotongan tumpeng, acara dilanjutkan dengan pembacaan puisi yang berjudul Selamat Ulang Tahun, Buku karya Joko Pinurbo oleh Gunawan Tri Atmodjo, cerpenis dan penyair yang mengaku terlambat mengenal Pawon. Ia mengaku makin mengenal Pawon justru saat acara Temu Sastrawan Indonesia IV yang diselenggarakan di Ternate, 25-29 Oktober 2011 lalu. Tepatnya saat Bandung Mawardi membacakan esainya yang berjudul Pengisahan Pawon dalam acara akbar tersebut. Yang menurutnya mampu membuat para hadirin terkesima dengan lakon hidup yang harus dijalani Pawon.
Pembacaan puisi menandai launching buku Aku dan Buku. Bandung Mawardi, sang esais memberikan review singkat mengenai esensi Aku dan Buku yang dibagikan secara gratis kepada para peserta yang hadir. Buku yang merupakan edisi ke-34 tersebut merupakan salah satu bukti cinta para penulis kepada buku yang selama ini memberikan deposito ide dalam menghasilkan karya-karyanya. Curhat tentang buku dari Joko Pinurbo, Afrizal Malna, Beni Setia, Ichwan Prasetya, dan Geger Riyanto dapat dijumpai di dalam buku setebal 196 halaman tersebut.
Pemutaran film dokumenter Pawon made in Yudhi Herwibowo membawa peserta hanyut ke dalam suasana masa lalu. Suasana saat Pawon mewarnai langit kota Solo dengan aneka kegiatan kepenulisan pun mengalir satu demi satu. Mulai dari workshop menulis puisi, cerpen, esai, diskusi, hingga bedah buku. Sembari menikmati tumpeng, peserta diajak merefleksi satu demi satu kejadian. Para peserta pun larut dalam alur pikiran masing-masing. Ada yang sibuk membuka lembar-lembar kenangan yang paling dalam, menertawakan potret wajah masing-masing—yang entah mengapa kamera ‘tega’ mengabadikan beberapa kekonyolannya, atau malah merenungi betapa cepatnya waktu berjalan.
Saya pribadi yang notabene tak banyak mengikuti acara-acara yang digelar oleh Pawon, merasa film tersebut membawa saya bertamasya menyinggahi bilik-bilik kenangan. Mengenang saat saya pertama kali bersalaman dengan Pawon dalam acara workshop Solo Menulis (22 November 2009) hingga saat mengikuti rapat Pawon yang juga bertepatan dengan tampilnya dua redaksi Pawon (Fanny Chotimah dan Indah Darmastuti) dalam acara 40 Hari Bapak Moertidjono (13 Februari 2012). Kedua acara itu menjadi esensi pembuka dan penutup film dokumenter yang berdurasi sekitar 12 menit. Acara pun dilanjutkan dengan sesi Curhat Pawon yang juga menjadi sesi penutup acara pada malam itu. Beberapa peserta pun langsung mencurahkan apa yang menjadi uneg-uneg-nya tentang Pawon. Wijang JR pun mengisahkan tentang perjuangan saat awal-awal Pawon terbentuk, saat masih bermarkas di perempatan Sekarpace.
Pada akhirnya, kami (Pawon) mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan yang berkenan hadir dan mengikuti acara dengan penuh semangat dan antusiasme yang luar biasa. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bandung Mawardi bahwa kehadiran rekan-rekan juga merupakan sebuah keajaiban. Kami menyadari ada banyak kekurangan, meskipun kami telah berusaha memberikan yang terbaik yang dapat kami lakukan. Semoga saja angan-angan dan niat kami untuk terus menegakkan pena di kota yang terlanjur mendapat sebutan Kota Budaya ini senantiasa diterbangkan angin dan terpahat indah di kamus peristiwa hari esok. (Surakarta, 22 Februari 2012)
***
Lasinta Ari Nendra Wibawa. Penulis semua jenis tulisan. Karyanya pernah dimuat di berbagai media massa, buku antologi, dan meraih penghargaan. Mahasiswa Teknik Mesin UNS.

Tags:

Share:

2 komentar