Keroncong Pak Sar, Kolom Akhir Yunanto Sutyastomo

Ketika bulan-bulan ramai pernikahan atau peringatan kemerdekaan Keroncong Pak Sar tidak berhenti naik panggung. Di beberapa desa sekitar Blimbing memang tidak banyak kelompok keroncong, karena memang tidak banyak orang yang bisa main dan suka. Saat ini keroncong masih dibawah campur sari atau dangdut soal intesitas kegiatan. Hanya orang tua saja yang suka, kadang pejabat local yang sok alim nanggap kalau punya acara.
Sudah hampir sepuluh tahun Keroncong Pak Sar berdiri. Seiring dengan pensiunnya Pak Sar sebagai guru matematika, untuk mengisi waktu luang maka didirikan kelompok keroncong. Pak Sar sendiri sebenarnya tidak benar-benar punya waktu luang. Selain punya kelompok keroncong, juga memelihara ayam kampung dan membuka toko kelontong di samping rumahnya. Dulunya Pak Sar mengajar matematika di ST (Sekolah Teknik) yaitu sebuah sekolah kejuruan teknik setingkat SMP. Ketika ST berganti nama menjadi SMP Pak Sar tetap mengajar di sana. Ketika ayah masih sekolah dulu, ayah belajar matematika kepada Pak Sar.
Pernah suatu hari Pak Sar datang ke rumah kami. Dengan sepeda angin sore-sore Pak Sar menuju rumah kami, jarak yang ditempuh sekitar 12 kilometer. Kalau sudah ngobrol dengan ayah bisa berlangsung berjam-jam. Sore itu Pak Sar berbicara tentang adik-adiknya yang sudah sarjana, dan itu semua berkat biaya dari dia. Selama menjadi guru Pak Sar tidak hanya mendidik muridnya, tetapi juga membiaya pendidikan adik-adiknya. Gaji guru yang diterima sering kali tidak cukup untuk membiaya sekolah adik-adiknya.
Mungkin saja tidak ada yang istimewa kalau kita mendengar seseorang membantu saudaranya. Yang istimewa dari bantuan Pak Sar bukan terletak dari bantuan itu, tetapi dari pilihan untuk membantu. Dari saudara-saudaranya Pak Sar bukanlah orang paling mampu secara ekonomi. Tapi Pak Sar memilih untuk menggambil tanggung jawab membiayai sekolah adik-adiknya. Pak Sar menunjukkan tanggung jawab tidak semata-mata diletakkan pada kemampuan financial seseorang, walaupun tanggung jawab itu menyertakan uang sebagai bagian terpenting. Di ruang tamunya kini terpampang sederet foto adik-adiknya yang diwisuda. Dibawah foto berderet pula puluhan botol bir yang menjadi kesukaannya, dan hanya diminum setiap malam minggu saat latihan keroncong.

Share:

0 komentar